BAB I Pendahuluan
Ilmu budaya dasar adalah
pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian
umum tentang langkah-langkah yang dikembangkan menjadi masalah manusia dan
kebudayaan.
Ilmu budaya dasar dikembangkan di neara indonesia sebgai
penganti istilah “ Basic Humanities” dan beristilah ‘Humanities yang
artinya manusia yang berbudaya dan halus, kalau manusia mempelajari
“Humanities” manusia akan lebih mulia/manusiawi. bahkan sadar tak sardar
malaikat mengakui kemulian ( terdapat didalam al-quran).
Tujuan belajar ilmu budaya
dasar untuk membentuk pola pemikiran manusia lebih kritis dalam suatu
permasalahan dan melatih cara berkomunikasi antar satu sama lain. Di samping
itu bisa membangun mahasiswa agar menjadi calom pemimpin bangsa dan negara yang
di siplin dan menjunjung nilai-nilai kebudayaan negaranya sendiri.
dimazmarham.blogspot.com
BAB II Pembahasan
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dimiliki
secara bersama oleh warga suatu masyarakat. Pengetahuan yang telah diakui
sebagai kebenaran sehingga fungsional sebagai pedoman. Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap
kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal.
Menurut Kluckhohn dalam Pelly
(1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2)
hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan
waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari
hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
1. Hakikat hidup manusia (MH).
Hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrem, ada yang berusaha untuk memadamkan hidup (nirvana = meniup habis), ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai suatu hal yang baik, “mengisi hidup”.
Hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrem, ada yang berusaha untuk memadamkan hidup (nirvana = meniup habis), ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai suatu hal yang baik, “mengisi hidup”.
2. Hakikat karya manusia (MK).
Setiap kebudayaan hakikatnya berbeda-beda, di antaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.
Setiap kebudayaan hakikatnya berbeda-beda, di antaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.
3. Hakikat waktu manusia (MW).
Hakikat untuk setiap kebudayaan berbeda, ada yang berpandangan mementingkan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau yang akan datang.
Hakikat untuk setiap kebudayaan berbeda, ada yang berpandangan mementingkan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau yang akan datang.
4. Hakikat alam manusia (MA).
Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan bahwa manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.
Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan bahwa manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.
5. Hakikat hubungan manusia (MM).
Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia dengan manusia, baik secara horizontal (sesamanya) maupun secara vertikal (orientasi kepada tokoh-tokoh). Ada pula yang berpandangan individualistis (menilai tinggi kekuatan sendiri) untuk memudahkan memahami sistem nilai budaya ini, secara terinci kerangka Kluckhohn dapat dipelajari.
BAB III Penutup
Hakikat hidup sudah mempunyai pandangan hidup itu baik
(meminjam konsep Kluckhohn). Demikian pula hakikat kerja (karya) berpandangan
bahwa karya itu nafkah hidup dan kehormatan ( meminjam konsep Kluckhohn). Karna
penghayatan agama yang mendalam, ada juga yang berpandangan bahwa hidup dan
kerja itu untuk beramal. Pandangan semacam ini, menunjukkan terarah kepada diri
sendiri, tidak berorientasi ke luar. Pandangan semacam ini sering di sebut
stoic: gelap, keras, dan suram, sebagai akibat kecenderungan untuk
berputar-putar dalam dirinya sendiri (Buchori dan Wiladi, 1982).
Daftar Pustaka
http://www.riauheritage.org/2011/01/orientasi-nilai-budaya.html
https://ahmadtaufiqcaesar.wordpress.com/3-2/
http://lukmankarin.blogspot.co.id/2012/10/orientasi-nilai-kebudayaan.html
No comments:
Post a Comment